Sejarah Desa Jambu

Muhammad Anwar 18 Mei 2020 18:49:29 WIB

         Berdasarkan keterangan dari sesepuh Desa jambu berdiri sekitar tahun 1918 san berawal dari kesepakatan para pendatang yang kemudian menetap diwilayah Desa jambu sebelum daerah ini bernama desa Jambu karena di daerah ni banyak tumbuh pohon Jambu mereka sepakat untuk memberi nama daerah ini dengan nama Jambu.

        Dengan berjalannya waktu wilayah ini semakin lama semakin ramai sehingga sampai saat ini sudah mengalami beberapa kalim pergantian kepala desa adapun nama - nama kepala desa mulai tahun 1918 sampai sekarang adalah sbb:

NO NAMA MASA JABATAN
1 KROMOSURO 1918-1948
2 MURAJI 1948-1968
3 MUSIRAN 1968-1990
4 MUHAMAD 1990-1998
5 WANIDI 1998-2013
6 HIDAYAT 2013- SEKARANG

Desa Jambu termasuk dalam wilayah Kabupaten Trenggalek, secara historis sudah ada sejak zaman prasejarah, meskipun belum memiliki nama Trenggalek. Pasalnya Trenggalek pada zaman prasejarah menjadi lalu lintas yang menghubungkan antara Gua Sampung di Ponorogo-Pacitan dengan Gua Wajak di Tulungagung sebagaimana manusia purba yang hidup secara nomaden (berpindah-pindah) dari gua ke gua. Namun jika ingin melacak Trenggalek dalam konteks pemerintahan awal, setidaknya harus mengacu pada Prasasti Kampak, dan Prasasti Kamulan.

Jika mengacu pada Prasasti Kampak, Trenggalek pernah menjadi daerah otonom yang disebut dengan Pangarumbigyan I Kampak. Hal itu bermula ketika Empu Sindok patih kerajaan Mataram Kuno pada saat itu bergelar Sri Maharaja Rake Hino Dyah Sindok sedang berselisih dengan rajanya, dan memutuskan untuk melarikan diri dari istana menuju ke arah timur hingga pada wilayah Kampak. Kata Mbah Hamid Wilis, saat itu wilayah Kampak dipimpin oleh seorang demang, dan ia menyambut dengan lapang dada kedatangan Empu Sindok. Empu Sindok selain melarikan diri dari istana juga memiliki i’tikad untuk mendirikan sebuah kerajaan, yang kelak bernama Medang dan diteruskan menjadi Kahuripan. Atas jasanya tersebut, Kademangan Kampak pada akhirnya diberikan hadiah berupa kewenangan menjadi sebuah sima/perdikan oleh Empu Sindok. Sima adalah daerah otonomi setingkat dengan kadipaten dan membawahi kademangan-kademangan. Peresmian tersebut ditulis dalam Prasasti Kampak yang berangka tahun 85 Caka atau 929 Masehi.

Sima atau tanah perdikan dalam sejarah kerajaan di Nusantara sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Ada literatur yang menyebut bahwa prasasti pertama yang mengandung keterangan tentang status tanah sima atau perdikan adalah Prasasti Dieng bertahun 731 Saka (809 M). Jika dikaitkan dengan data Prasasti Dieng, maka daerah Sima atau Perdikan, di Kademangan Kampak menjadi masuk akal mengingat sejak tahun 809 Masehi istilah tersebut sudah ada dan dipakai.

Kampak sebagai daerah sima berarti memiliki daerah yang luas. Batas-batasnya berdasarkan Prasasti Kampak diperkirakan meliputi ; Panggul, Munjungan, Prigi atau mungkin juga sampai lorong Pacitan dan Popoh Tulungagung. Sehingga pada saat itu, Kampak sudah memiliki pemerintahan sendiri yang wilayahnya juga luas. Namun sepertinya Kadipaten Kampak hanya bertahan sampai beberapa generasi saja, karena tidak ada penemuan-penemuan prasasti lainnya pasca Prasasti Kampak.

Setelah Prasasti Kampak yang menginformasikan adanya Kadipaten Kampak sebagai daerah otonom, ada lagi penemuan Prasasti Kamulan. Dalam prasasti tersebut dijelaskan bahwa Raja Kediri Kertajaya mengungsi ke Kamulan dipimpin oleh 4 katandan. Maksud dari 4 katandan yaitu Kamulan dipimpin secara kolektif, karena wilayahnya yang sangat luas menjadikan Kamulan dibagi menjadi 4 wilayah yang masing-masing dipimpin oleh satu katandan.

Kemudian raja Kertajaya bersama 4 katandan tersebut, masih menurut Hamid Wilis, menyusun kekuatan untuk merebut kembali Istana Katang. Usaha tersebut berhasil dan akhirnya raja Kertajaya berkuasa kembali dengan pusat pemerintahannya di Panjalu. Atas jasanya membantu merebut kembali istana, Kamulan diberikan hadiah menjadi daerah otonomi yang dipimpin oleh 4 katandan tersebut dengan gelar Rakyan Menteri Katandan. Jika dilihat dari wilayahnya dan wewenangnya, Kamulan setara dengan Kadipaten, seperti halnya Kadipaten Kampak sebelumnya. Batas dan wilayah Kamulan diperkirakan meliputi ; Boyolangu, Lereng Gunung Wilis, Pogalan, Dawuhan, Parakan, Bungkal, Tangkil, Wulungwulung, Panggul, dan Munjungan.

Prasasti Kamulan dikerluarkan pada hari Budha Kaliwuan, Wuku Muhaktal, Swasti sakawarsasita 1116 Bhadrawadanasasuthi Trayodasi Suklapaksa. Yang artinya Rabu Kliwon, Wuku Muktal. Bulan Bhadrawada porogelap, yaitu 31 Agustus 1194. Berdasarkan prasasti Kamulan, akhirnya peringatan hari jadi Trenggalek ditetapkan setiap tanggal 31 Agustus. Toponimi Trenggalek sendiri bisa dilacak melalui wilayahnya secara geografis. Jika mengacu pada Prasasti Kampak yang menceritakan Empu Sindok yang melarikan diri dari istana ke Kampak dan Prasasti Kamulan yang menceritakan raja Kertajaya yang mengungsi ke Kamulan, berarti wilayah Trenggalek adalah wilayah pedalaman yang jauh dari kota. Maka dari itu muncul istilah “Trenggale”. “Treng” artinya bagian dalam (pedalaman), “Gale” artinya tempat atau menolak. Adapun versi lainnya mengatakan berasal dari kata “Trenggalih”atau ”Trenggaluh.” “Treng” berarti terang atau cemerlang. “Galuh” berarti intan berlian. Dengan demikian, Trenggalih berarti intan yang cemerlang. Namun pada masa Majapahit juga sudah ada sebutan seorang tokoh yang dikenal sebagai Ki Ageng Galek (Mbah Kawak Joyo Lengkoro). Ki Ageng Galek atau Mbah Galek diyakini oleh masyakat Trenggalek sebagai penyiar agama Islam di Trenggalek sebagai penyiar agama Islam di Trenggalek. Namun tidak bisa dipastikan dengan tepat kapan Ki Ageng Galek mulai menyebarkan agama islam, tapi diperkirakan pada abad ke 15 M. Ki Ageng Galek adalah seorang Bangsawan Majapahit untuk merawat putrinya. Dikisahkan putri dari Raja Majapahit yang bernama Amiswati telah memeluk agama Islam yang kemudian disembunyikan di daerah Trenggalek. Maka dari itu Ki Ageng Galek sebagai seseorang yang telah memeluk Islam diutus untuk merawat putrinya yang berada di Trenggalek.
Kemudian Amiswati dinikahkan dengan Minak Sraba, seorang muballigh yang bermukim di Bagong, Trenggalek. Hasil pernikahan tersebut melahirkan putra yang diberi nama Minak Sopal dewasa, kemudian ia diangkat sebagai Adipati Trenggalek. Pengangkatan tersebut terjadi pada masa kerajaan Demak. Selain sebagai adipati dan penyebar agama Islam di Trenggalek, Minak Sopal juga berjasa dalam bidang pertanian, yang kemudian disebut sebagai pahlawan pertanian. Jasanya terhadap pertanian adalah berhasil membangun Dam Bagong yang mengairi ratusan hektar sawah. Sampai sekarang terdapat upacara peringatan Dam Bagong yang dilaksanakan setiap Jumat Kliwon di bulan Selo atau Dzulqo’dah dengan menyembelih seekor kerbau.
Setelah pemerintahan Adipatu Minak Sopal, tidak ada temuan-temuan yang menjelaskan pemerintahan selanjutnya. Sampai pada abad ke-18 M, tercatat bahwa jabatan Adipati Trenggalek dijabat rangkap oleh Bupati Ponorogo yang bernama Mertodiningrat. Pada tahun 1742, terjadi pemberontakan di Kartasura yang dipimpin oleh Sunan Kuning. Alhasil Sunan Kuning berhasil menguasai Keraton Kartasura. Kemudian Sunan Pakubowono II melarikan diri ke Ponorogo. Hal ini karena Bupati Ponorogo Mertodiningrat masih setiap pada Sunan Pakubowono II. Di Ponorogo, Sunan Pakubowono II bersama Bupati Mertodiningrat menyusun kekuatan untuk merebut kembali Keraton Kartasura, dengan dibantu oleh pasukan dari Ponorogo dan Trenggalek.
Perebutan kembali kekuasaan tersebut berhasil, tapi tidak seluruhnya, karena wilayah Semarang dan Banyumas masih belum bisa dikuasai kembali. Oleh karena itu, Sunan Pakubowono II meminta bantuan kepada VOC, dengan konsekuensi ada wilayah yang harus diserahkan kepada VOC. Alhasil pasukan Ponorogo, Trenggalek bekerja sama dengan VOC berhasil merebut kembali daerah kekuasaan dari Sunan Pakubuwono II. Namun Sunan Pakubowono harus kehilangan wilayah pantai utara Jawa, karena harus diserahkan VOC.
Hadiah kepada Bupati Martadiningrat atas jasanya membantu perebutan kekuasaan adalah dengan menghidupkan kembali Trenggalek sebagai daerah otonom, sekaligus mengangkat putra Bupati Martadiningrat yang bernama Samatruna sebagai Bupati Trenggalek (pertama) pada tahun 1743. Kemudian Samatruna digantikan oleh adiknya yang bernama Jayanegara yang juga merangkap sebagai Bupati Ponorogo. Tak lama kemudian digantikan oleh Bupati Mangundirana. Kemudian muncullah perjanjian Giyanti yang dampaknya membelah Trenggalek menjadi dua bagian: bagian timur, tengah dan utara masuk Kabupaten Ngrawa, dan sebelah barat dan seluruh pantai selatan masuk wilayah Pacitan.
Pada tahun 1830 M. Kabupaten Trenggalek dibentuk kembali oleh pemerintah Hindia-Belanda. Namun Kabupaten Trenggalek dibawahi oleh Karesidenan Kediri. Eksistensi Kabupaten Trenggalek tercatat sampai tahun 1932 M. Dengan 8 Bupati yang pernah menjabat. Setelah Bupati kedelapan yang bernama R.A.A Purbo Nagoro wafat pada tahun 1932 M. Jabatan bupati dikosongkan dan diganti dengan Patih Trenggalek yang dalam pengawasan Bupati Tulungagung. Pada tahun 1935/1937, Kabupaten Trenggalek dihapuskan dan wilayah sebelumnya dipecah menjadi dua bagian ; Kawedanan Trenggalek, Karangan dan Kampak masuk Kabupaten Tulungagung, dan Kawedanan Panggul masuk Kabupaten Pacitan.
Barulah pada masa pasca kemerdekaan, tahun 1950, dibentuk kembali Kabupaten Trenggalek berdasarkan Undang-Undang RI No. 12 tahun 1950. Daerah-daerah yang sebelumnya dipecah menjadi 2 bagian, disatukan kembali menjadi Kabupaten Trenggalek. Kembalinya Trenggalek sebagai Kabupaten bertahan dengan tercatat sebanyak 16 bupati sampai sekarang ini.
Sejarah merupakan kejadian yang benar-benar terjadi pada masalalu dengan didukung bukti yang membenarkan peristiwa tersebut. Salah satu sejarah dari desa Jambu, Tugu, Trenggalek. Dalam sejarah desa Jambu pada zaman penjajahan awal mulanya terdapat dua desa yakni desa Mojo Lor dan Mojo Kidul yang setiap wilayah memiliki otonomi daerah tersendiri. Selang beberapa tahun, Desa Mojo Kidul mengalami kekosongan pemerintahan dan tidak ada yang sanggup menjadi Kepala Desa. Sehingga masyarakat Desa Mojo Kidul sepakat untuk bergabung dengan Desa Mojo Lor. Dengan bergabungnya Desa Mojo Lor dan Mojo Kidul menjadi satu desa muncul nama desa Jambu.

Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah pengunjung

Lokasi Jambu

tampilkan dalam peta lebih besar